Minggu, 30 Juni 2013

사랑해요... (Versi Pernikahan Dini)


사랑해요...
(Versi Pernikahan Dini)

            “Hey! Sudah, pergi sana! Berhenti!”

            “Hyeni, pergi sana! Ini urusan aku sama Sanghyun!”

            “Rico, ini bukannya salah Sanghyun. Kamu ini salah paham, dengerin aku deh!”

            “Nggak, ini semua yang bikin ulah emang si Sanghyun! Dasar orang Korea!”

            “Plak!!!”, ditampar sekencang-kencangnya pipi kiri Rico oleh Hyeni. “Aku kan udah pernah bilang sama kamu, jangan membawa nama negara Korea kalau sedang emosi! Kita berdua memang keturunan orang Korea, dan kalau kamu bener-bener nggak suka dengan orang Korea aku siap kok buat pindah dari Indonesia. Tapi aku akan bawa Sanghyun pergi sama aku, dan memang baiknya kalau kita berpisah mulai dari hari ini!”, ditariknya tangan Sanghyun sekencang-kencangnya dari hadapan Rico dan kawan-kawannya.

            “Hyeni, kenapa kamu hebat banget. Ekspresinya cuma bengong kaya orang bego pas kamu minta putus sama dia? Aku kasih kamu dua jempol buat kamu deh!”

            “Ih, kamu tuh! Aku tuh takut kamu dibunuh sama Rico tau! Lagian, ngapain kamu ngasih bunga sama coklat di loker aku sih!”

            “Sekarang kan hari ulang tahun kamu ke 17 tahun! Kamu lupa ya! Selamat ya, kamu udah dewasa!”

            “Oh, ya! Aku lupa, makasih ya! Sanghyun, aku pikir yang inget ulang tahun aku cuma kamu aja deh!”

            “Eomma sama Appa kamu juga,  mereka nggak inget?”

            “Nggak, mangkanya sekarang aku sedih.”

            “Eh, adik kecilku yang baru menginjak dewasa. Kamu jangan sedih ya!”, kemudian Sanghyun membisikkan sesuatu ke telinga kiri Hyeni. “Saranghaeyo!”

            “Sarang...saranghaeyo? Maksudnya?”

            “Kamu mau jadi pacar aku Hyeni?”, digenggamnya tangan Hyeni dengan lembut.

            “Tunggu dulu!”, tangan Hyeni menyetop perkataan Sanghyun tepat didepan mukanya.

            “Kenapa? Tunggu apa?”

            “Bagaimana nasib anak kita nanti, seandainya kita menikah?”

            “@&^(*$^$@$&)(&#%!&(_)(%%&*$^&^&^(*????????”, Sanghyun semakin dibuat bingung oleh Hyeni dan hanya menggaruk-garuk kepala.

            “Maksudku, bagaimana besok status kewarganegaraan anak kita nanti? Apa kamu sendiri sudah memutuskan status kewarganegaraanmu sendiri?”

            “Aku juga masih bingung nich, soalnya yang berkewarganegaraan Korea itu Appaku. Tapi, aku bertemu kamu di Indonesia. Kamu, kamu sendiri mau ambil kewarganegaraan apa setelah ini?”

            “Yang berkenegaraan Korea itu eommaku, tapi, appaku berdarah Tionghua. Kita tinggal di China saja? Bagaimana kalau kita jadi warga negara RRC saja? Aku bisa bahasa Mandarin kok, jadi kamu nggak usah khawatir!”

            “PLETAK!!!”, dijitaknya kepala Hyeni lumayan keras karena saking geramnya.

            “Aduh, sakit tau!”

            “Lagian kamu ngomongnya makin aneh-aneh aja deh. Aku serius tanya kamu mau punya kewarganegaraan apa, soalnya seusai SMA ini aku harus meneruskan bisnis keluarga di Korea.”

            “Tapi aku harus berobat di China”, kata Hyeni sambil memasang wajah murung.

            “Kamu sakit? Ayo, terus terang sama aku Hyeni!”, Sanghyun kembali menggenggam tangan Hyeni dengan lembutnya.

            “Aku.....”, air mata menetes dari kelopak mata Hyeni yang indah. “Aku punya punya tumor di otakku, aku selama ini hanya mengobatinya dengan obat-obatan. Nggak apa-apa, cuma tumor aja. Aku takut operasi sekarang karena resikonya lebih tinggi, kalau aku udah lulus itu akan lebih meringankan aku.”, Hyeni berusaha menghapus air mata dan kesedihannya didepan Sanghyun.

            “Tumor? Kalau di otak itu dimana-mana namanya kanker, dan sejinak-jinaknya tumor kalau letaknya di kepala itu tetap berbahaya!”

            “Aku.....”, sekuat-kuatnya Hyeni menahan air mata, akhirnya air matanya tumpah juga. “Hiks...Hiks...”

            “Menangislah dibahuku, Hyeni! Sini kepalamu!”, seakan-akan tak memperdulikan orang-orang yang melihat mereka, Sanghyun tetap membiarkan Hyeni menangis sepuasnya di bahunya. “Menangislah sepuasnya Hyeni, aku akan menjadi bahumu sampai kapanpun!”, tanpa tersadar Sanghyun pun ikut terlarut dalam kesedihan yang dialami Hyeni, dia memeluk Hyeni dan membelainya dengan lembut.

            “Terimakasih, Sanghyun!”, Hyeni berusaha bangkit dari bahu Sanghyun.

            “Iya, kamu sudah lebih baik?”, Sanghyun berusaha menghapus air matanya dan tersenyum pada Hyeni.

            “Kamu juga nangis, Sanghyun? Jangan ikut nangis dong!”, Hyeni mengusap air mata Sanghyun yang masih tersisa di kelopak matanya yang agak sipit itu.

            “Aku heran sama kamu, aku yang keturunan Korea Indonesia aja matanya kalah lebar sama kamu yang keturunan Korea Tionghua. Sini, aku usapin air mata kamu!”, mereka saling mengusap air mata mereka yang masih membekas di kelopak mata dan pipi mereka.

            “Sanghyun!”

            “Ya, kenapa?”

            “Aku sebenernya bohong! Hehehehe...........”, dengan tanpa berdosa Hyeni terkekeh-kekeh dan memukul bahu Sanghyun ringan.

            “Maksudnya? Kamu nggak sakit? Kamu mau main-main ya, Hyeni! Nggak lucu tau nggak!”, dengan kesalnya Sanghyun hendak pergi dari hadapan Hyeni.
            “Bukannya begitu!”, dengan cepat tangan Hyeni menarik tangan Sanghyun. “Aku......”

            “Apa? Aku apa?”, dengan nada sedikit menyentak kesal.

            “Nado saranghaeyo! Mianhaeyo, kamu jangan terlalu kesal sama aku. Aku cuma mau ngetes kamu aja kok! Kalau kamu kesel banget sama aku, aku bakal pergi dari hadapan kamu sekarang kok. Tapi, besoknya kamu harus mau nyapa aku lagi! Janji ya!”, Hyeni memberikan jari kelingkingnya untuk saling mengunci janji tapi Sanghyun hanya memandangi tajam mata Hyeni. “Yaudah, aku pergi sekarang aja. Maaf!”, dengan perasaan bersalah Hyeni pergi menghindari Sanghyun dengan menunduk.

            “Ya!”, Sanghyun langsung memegang tangan Hyeni dan mengunci jari kelingkingnya dengan kelingking Hyeni.

            “Makasih!”, Hyeni yang tersenyum begitu manis membuat Sanghyun ikut tersenyum.


            *Beberapa Bulan Kemudian*

            “Aduh, rasanya deg-degan banget nih. Moga-moga aja kita semua lulus dari sekolahan ini dengan nilai yang memuaskan, ya!”, Kata Anggi terhadap teman-teman sekelasnya.

            “Amiiiiiin!”, ucap teman sekelasnya dengan serentak.

            “Hyeni! Mana suamimu? Kok nggak kelihatan batang hidungnya?”

            “Iya, kok dia sampe sakarang kagak kelihatan batang hidungnya ampek sekarang? Dia kena sindrom deg-degan lagi?”

            “Dia punya sesuatu yang pasti buat kalian terharu!”

            “Dia mau ngelamar kamu, ya! Atau dia mau nikahin kamu pas selesai pengumuman kelulusan ini, ya! Ayo ngaku deh!”

            “Udah! Nanti kalian juga tau, kok! Lihat ke depan dulu deh, pak Kepsek mau pidato tuh!”

            “Yah!!!!!”, ucap teman sekelas Hyeni dengan serempak.

            “Anak-anakku yang bapak sayangi, bapak ingin menyampaikan sesuatu. Harap diam sejenak ya, anak-anak!”, serentak semua murid diam seketika tanpa suara. “Pak Santoro, Pak Anton! Tolong bawa papannya dan taruh dibelakang saya, ya!”

            “Itu papannya, haduh deg-degan nih!”

            “Anak-anak, yang dibelakang bapak ini adalah papan pengumuman kelulusan tahun ini. Dan, bapak ingin memberi tau kalian semua siapa murid yang menjadi juara 1 dalam ujian kelulusan tahun ini. Dia adalah Lee Sanghyun, tepuk tangan untuk Sanghyun!”

            “Tapi Pak!”, Anggi menyelat omongan bapak Kepala Sekolah.

            “Ya, kenapa Anggi?”

            “Sanghyun nggak ada pak, dia nggak hadir.”

            “Siapa bilang dia nggak hadir, dia hadir kok! Sanghyun, ayo dimulai sekarang!”, tanpa diduga oleh para murid yang hadir, Sanghyun pun keluar dari belakang para murid sambil menggandeng tangan Hyeni.

            “Gimana, udah siap calon tunanganku?”

            “Aduh, aku nggak siap. Aku mau kekamar mandi dulu, ya!”

            “Udah, nggak apa-apa!”, ditariknya tangan Hyeni ketika ia hendak menghindari Sanghyun. Dikeluarkannya sebuah kotak merah dari saku Sanghyun dan dibukalah isi kotak tersebut. “Maukah kamu menjadi tunanganku, Hyeni? Kumohon untuk kau tetap bersabar untuk menunggu saat yang lebih tepat untuk kita saling bersama! Maukah kau jadi separuh jiwaku yang saat ini sedang kosong?”

            “Ya, aku mau!”, Ketika Sanghyun memasangkan cincin di jari manis Hyeni, ia pun tak dapat membendung kebahagiaan yang dirasakannya saat ini sehingga membuatnya menitihkan air mata.

            “Cieeeee!”, sorak seluruh murid yang menyaksikan kemesraan Hyeni dan Sanghyun. “Cium! Cium! Cium!”, sorak seluruh murid yang semakin ramai.

            “Hey! Kalian masih pakai baju seragam! Kalian tidak boleh berciuman di daerah sekolah!”,  larang Kepala Sekolah dengan  pengeras suara yang membuat para murid yang ada didalam kelas berhamburan keluar.

            “Tapi kami kan sudah lulus, tidak apa-apa ya Pak! Aku selama ini nggak pernah mencium Hyeni!”, tanpa pikir panjang lagi Sanghyun langsung mendaratkan bibirnya di pipi kiri Hyeni.

            “Haaa!......”, semua murid bersorak kegirangan melihat aksi nekat Sanghyun.

            “Appa, Mama! Tolong bawakan pendetanya kemari dan nikahkan kami segera disini!”, teriak Sanghyun kepada kedua kedua orang tuanya dan kedua orang tua Hyeni.

            “Menikah??????”, sontak para murid kembali ribut dan kebingungan.

            “Apa? Kita akan menikah sekarang? Katamu kita cuma bertunangan? Apa orang tuaku sudah tau?”

            “Semuanya sudah tau kok!”

            “Iya, Hyeni. Kami memang yang merencanakan ini. Karena kalian sebenarnya sudah dijodohkan sejak kecil. Hyeni, apa kamu bersedia untuk menikah dengan Sanghyun sekarang?”, kata  Eomma Hyeni dengan lembut dan sambil membelai rambut Hyeni.

            “Apa? Di sekolah ini?”

            “Ya, tapi pestanya akan dilakukan setelah kalian sudah lulus dari universitas dan dinyatakan sudah kuat mental untuk menjalin rumah tangga. Maaf, kami melakukan ini karena ini demi kebaikan kalian. Kalian mau mengerti kan?”, tambah Appa Hyeni.

            “Baiklah, aku mengerti. Aku siap untuk menikah dengan calon suamiku, Sanghyun.”, kata Hyeni dengan lembut dan menggenggam tangan Sangyun dengan lembut.

            “Baiklah, Bapak Pendeta. Dipersilahkan untuk memulai janji pernikahannya!”, akhirnya mereka mengucapkan janji pernikahan mereka menggunakan pakaian seragan SMA yang sontak membuat seluruh murid menangis terharu saat mereka telah saling mengucapkan janji sehidup semati berdua.



            *Enam Tahun Kemudian*

            “Wah, kalian pasangan yang sempurna ya! Kalian sama-sama sudah mapan dalam pekerjaan. Hyeni, kamu masih muda sudah jadi dokter. Sanghyun, kamu katanya jadi Presiden Direktur ya?”

            “Ya, aku sebenernya pengen jadi karyawan aja. Tapi kata semua karyawan disana, tampang seperti aku itu nggak pantas jadi karyawan biasa. Maka dari itu aku dijadikan Presiden Direktur!”

            “Aku harap kalian jangan mau dengar omongan Sanghyun yang ngawur ya! Apa kalian percaya omongan Sanghyun?”

            “Nggak, tapi Sanghyun bukannya emang udah terkenal sebagai murid terpintar di sekolah waktu SMA? Inget nggak, waktu dia ngelamar kamu jadi tunangan sekaligus istrinya? Aku masih inget ciuman pertama itu, loh! Semua murid cuma terfokus sama kamu dan Sanghyun, itu lucu sekali kalau diingat! Hehe!”

            “Udah, jangan bahas itu!”

            “Selamat ya, akhirnya pesta pernikahan kalian dilaksakan juga!”, ucap Marissa dengan sinis.

          “Marissa, kamu itu kan udah dewasa. Kenapa? Masih mau berbuat kekanak-kanakan lagi di depan Sanghyun? Sanghyun itu udah resmi sepenuhnya milik Hyeni, kali! Ngaca dong!”, sindir Anggi.

            “Ya, biar aku pergi aja kalo gitu! Biar aku nggak ganggu Hyeni dan Sanghyun.”

            “Eh, jangan!”, ditariknya tangan Marissa oleh Hyeni. “Kamu kan salah satu tamu VIP yang aku undang disini, itu artinya kamu jadi salah satu orang yang paling aku sayangi. Tolong kamu jangan marah sama bercandaannya Anggi, ya! Kamu itu cantik, Marissa! Aku yakin kamu bisa mendapatkan laki-laki yang bisa meluluhkan hati kamu kok, Marissa! Percaya sama aku deh!”

            “Udah, gimana kalau kita foto bareng aja? Ayo!”, ajak Sanghyun.

            “Iya, ayo pasang posisi! Sini Marissa, kamu foto disebelahnya Sanghyun aja!”, ajak Hyeni sambil menarik tangan Marissa.

            “Hyeni, kamu mau main-main ya!”, sindir Anggi lagi.

            “Udah, nggak usah urusin Anggi. Sini, berdiri disebelahnya Sanghyun!”, mereka akhirnya berfoto bersama. “Aku mau ngelempar bunganya sekarang, ayo kalian semua siap-siap!”

            “Sekarang? Oke, ayo! Hey, kami mau melempar bunganya sekarang, ada yang mau nangkep nggak?”, teriak Sanghyun seketika membuat orang-orang mengerumuni Hyeni dan Sanghyun. “Ayo sayang, kita balik badan!”

            “Ayo!”, mereka pun berbalik badan.

            “Siap!”

            “Ya!”

            “Kalau aku bilang lempar, kita lempar bunganya sama-sama ya!”

            “Ya, Hyunnie!”

            “ Satu, dua, tiga, lempar!”, mereka pun melemparkan bunga bersama-sama. Dan yang menangkap bunganya adalah Marissa.

            “Wah, Marissa. Selamat ya, kamu sebentar lagi nyusul kami!”, ucap Hyeni.

            “Wah, selamat ya! Kamu tinggal menunggu waktu, jangan lupa undang aku juga ya, Marissa! Tulis namanya dengan “Sanghyun yang tampannya tak tertandingi!” ya! Hehehehehe!”

            “Sanghyun, kamu mulai lagi deh!”, dipukulnya bahu Sanghyun oleh Hyeni karena saking gemasnya.

            “Kenapa, kamu cemburu! Sini, aku gendong!”, ketika Sanghyun menggendong Hyeni, kaki Sanghyun terpeleset. Sehingga keduanya jatuh dan Hyeni merasa sedikit kesakitan pada perutnya.

            “Hyeni, kamu nggak apa-apa kan?”

            “Nggak apa-apa, perutku tapi agak sedikit sakit.”, sambil memegangi perutnya.

            “Perutmu sakit? Tapi Dia, nggak apa-apa? Si kecil baik-baik aja kan?”

            “Si kecil? Sanghyun!”, Appa Sanghyun sedikit bingung namun perlahan sudah mengerti maksud dari “Si kecil”. “Hyeni, kamu sudah?”

            “Iya, Appa! Aduh, sakit!”, Hyeni meringis kesakitan.

            “Hyeni, kita kerumah sakit ya! Tahan sakitnya ya, Hyeni!”, semua anggota keluarga bergegas kerumah sakit karena Hyeni yang mengeluh kesakitan.


            *Di Ruang UGD*

            “Selamat pak, anda mendapatkan anak kembar. Dua laki-laki dan dua perempuan!”

            “Wah, banyak sekali!”, Sanghyun mengacak-acak rambutnya. “Bagaimana bisa pengalamanku akan menjadi Appa bisa sehebat ini!”, Sanghyun sebenarnya merasa senang dengan istrinya yang hamil kembar empat, namun dia juga sedikit ingin tertawa geli dengan kebanyakan anak di pengalamannya hendak menjadi seorang ayah.
           


















TAMAT